Selasa, 08 Mei 2012

hukuman pidana dan tindakan tata tertib dalam ekonomi



Tentang hukuman pidana dan tindakan tata tertib


Pasal 5
Jika dengan undang-undang tidak ditentukan lain, maka tidak boleh diadakan lain ketentuan dalam arti hukum-pidana atau tindakan tata-tertib daripada hukuman-pidana atau tindakan tata-tertib yang dapat diadakan sesuai dengan undang-undang darurat ini.

Pasal 6
 1.            Barang-siapa melakukan suatu tindak-pidana ekonomi:
a.      dalam hal kejahatan sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi termasuk dalam pasal 1 sub 1 e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman-pidana itu;
b.      dalam hal kejahatan sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi termasuk dalam pasal 1 sub 2e dan berdasar sub 3e dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah atau dengan salah satu dari hukuman-pidana itu;
c.       dalam hal pelanggaran sekadar yang mengenai tindak-pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 1e dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman-pidana itu;
d.      dalam hal pelanggaran yang berdasarkan pasal 1 sub 3e dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan dan hukuman denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman-pidana itu.

 2.            Jika harga barang, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang diperoleh-baik seluruhnya, maupun sebagian-karena tindak-pidana ekonomi itu, lebih tinggi daripada seperempat bagian hukuman denda tertinggi yang disebut dalam ayat 1 sub a sampai dengan d, hukuman denda itu dapat ditentukan setinggi-tingginya empat kali harga barang itu.

 3.            Lain daripada itu dapat dijatuhkan juga hukuman-hukuman tersebut dalam pasal 7 ayat 1 atau tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8, dengan tidak mengurangi dalam hal-hal yang memungkinkannya dijatuhkannya tindakan tata-tertib yang ditentukan dalam peraturan lain.
Pasal 7
 1.            Hukuman tambahan adalah :
a.      pencabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana untuk waktu sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau dalam hal dijatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnya enam bulan dan selama-lamanya enam tahun;
b.      penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama-lamanya satu tahun;
c.       perampasan barang-barang-tak-tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu dilakukan, atau yang seluruhnya atau sebagian diperolehnva dengan tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga-lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau harga-lawan itu kepunyaan si-terhukum atau bukan;
d.      perampasan barang-barang-tak-tetap yang berwujud dan yang tak berwujud, yang termasuk perusahaan si-terhukum, di mana tindak-pidan ekonomi itu dilakukan, begitu pula harga-lawan barang-barang itu yang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang atau harga-lawan itu kepunyaan si-terhukum atau bukan, akan tetapi hanya sekadar barang-barang itu sejenis dan, mengenai tindak-pidananya, bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub c di atas;
e.      pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan kepada si-terhukum oleh Pemerintah berhubung dengan perusahaannya, untuk waktu selama-lamanya dua tahun;
f.        pengumuman putusan hakim.

 2.            Perampasan barang-barang yang bukan kepunyaan si-terhukum tidak dijatuhkan, sekadar hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik akan terganggu.
 3.            Dalam hal perampasan barang-barang, maka hakim dapat memerintahkan, bahwa hasilnya seluruhnya atau sebagian akan diberikan kepada si-terhukum.

Pasal 8
Tindakan tata-tertib ialah :
a.     penempatan perusahaan si-terhukum, di mana dilakukan suatu tindak-pidana ekonomi di bawah pengampunan untuk waktu selama-lamanya tiga tahun, dalam hal tindak-pidana ekonomi itu adalah kejahatan dan dalam hal tindak-pidana ekonomi itu adalah pelanggaran untuk waktu selama-lamanya dua tahun;
b.     mewajibkan pembayaran uang-jaminan sebanyak-banyaknya seratus ribu rupiah dan untuk waktu selama-lamanya tiga tahun dalam hal tindak-pidana ekonomi adalah kejahatan; dalam hal tindak-pidana ekonomi adalah pelanggaran maka uang-jaminan itu adalah sebanyak-banyaknya lima puluh ribu rupiah untuk waktu selama-lamanya oleh si-terhukum;
c.      mewajibkan mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa yang dilakukan tanpa hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas biaya si-terhukum, sekadar hakim tidak menentukan lain.

Pasal 9
 1.            Tindakan tata-tertib yang disebut dalam pasal 8 dijatuhkan bersama-sama dengan hukuman pidana, kecuali dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dengan pengertian, bahwa dalam hal itu tidak dapat dijatuhkan tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8 sub b.
 2.            Dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana maka waktu yang ditentukan untuk penempatan di bawah pengampunan dapat diperpanjang tiap-tiap kali dengan setahun dengan putusan hakim.

Pasal 10
 1.            Dalam putusan hakim yang menjatuhkan hukuman tambahan atau tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8, segala hal yang istimewa dan segala akibat, sekadar perlu, diatur menurut keperluan, termasuk pengangkatan seorang atau lebih pengampun dalam hal penempatan di bawah pengampunan.
Dalam hal dijatuhkan hukuman tambahan sebagai disebut dalam pasal 7 ayat 1 sub b, dapat juga diperintahkan supaya si-terhukum menyerahkan segala surat-surat yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah untuk keperluan perusahaannya; menjual barang-barang persediaan yang ada di dalam perusahaannya di bawah pengawasan; dan memberikan bantuannya dalam pencatatan barang-barang persediaan itu.
 2.            Hakim yang menjatuhkan hukuman tambahan atau tindakan tata-tertib masih dapat mengadakan peraturan sebagai termaksud di atas dalam putusan kemudian setelah menerima tuntutan dari penuntut umum atau atas permintaan si tersangka, ataupun mengadakan perubahan atau tambahan dalam peraturan yang telah diadakan itu. Pemeriksaan perkara itu dilakukan dalam sidang tertutup; putusan diucapkan di muka umum. Putusan itu harus memuat alasan-alasan; terhadap putusan itu tidak dapat dimintakan bandingan atau kasasi.
 3.            Menteri Kehakiman dapat mengadakan aturan-aturan selanjutnya untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini.

Pasal 11
 1.            Sekedar hakim tidak menentukan lain, maka pengampu yang diangkat berdasarkan pasal 10 atau pasal 29 Undang-undang darurat ini mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pengampu termaksud dalam pasal 463 "Burgelijk Wetboek." Orang lain tidak boleh melakukan suatu perbuatan pengurusan tanpa penguasaan dari pengampu itu.
 2.            Putusan pengampuan itu oleh panitera pengadilan yang memutus hal itu diumumkan di dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih suratkabar yang akan ditunjuk oleh Hakim.

Pasal 12
Dalam putusannya hakim menentukan, bahwa uang-jaminan seluruhnya atau sebagian akan menjadi milik Pemerintah, apabila tidak dipenuhi syarat umum bahwa si-tersangka tidak akan melakukan suatu tindak-pidana ekonomi, atau apabila tidak dipenuhi syarat-syarat khusus yang ditentukan oleh hakim. Dalam hal itu pasal-pasal 14b, ayat 2 dan 3, 14c ayat 3, 14d, 14c dan 14f Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan pasal-pasal 3, 4 dan 5 "Staatsblad" 1926 No. 251 juncto 486 berlaku sepadan.

Pasal 13
 1.            Hak melaksanakan perampasan tidak lenyap karena meninggalnya si-terhukum.
 2.            Tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8 sub a dan b lenyap karena meninggalnya si-terhukum.

Pasal 14
 1.            Pembayaran jumlah uang yang dalam hal perampasan ditaksir atas barang-barang yang tidak disita, dilakukan menurut aturan-aturan mengenai pelunasan hukuman denda dengan sukarela. Jika pelunasan itu tidak dilakukan, maka aturan-aturan mengenai pelaksanaan hukuman denda berlaku sepadan.
 2.            Ketentuan dalam ayat 1 berlaku juga bagi uang-jaminan, jumlah uang tersebut dalam pasal 8 sub c dan biaya lain daripada biaya pengumuman putusan hakim, dengan pengertian bahwa tidak dijatuhkan hukuman badan pengganti.

Pasal 15
 1.            Jika suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang yang lainnya atau suatu yayasan, maka tuntutan-pidana dilakukan dan hukuman-pidana serta tindakan tata-tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau yang bertindak sebagai pemimpin dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua-duanya.
 2.            Suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan juga oleh atau atas nama suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, jika tindak itu dilakukan oleh orang-orang yang, baik berdasar hubungan-kerja maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu, tak perduli apakah orang-orang itu masing-masing tersendiri melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau pada mereka bersama ada anasir-anasir tindak-pidana tersebut.
 3.            Jika suatu tuntutan-pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau yayasan, maka badan hukum, perseroan, perserikatan atau yayasan itu pada waktu penuntutan itu diwakili oleh seorang pengurus atau, jika ada lebih dari seorang pengurus, oleh salah seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili oleh orang lain. Hakim dapat memerintahkan supaya seorang pengurus menghadap sendiri di pengadilan, dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus itu di bawa ke muka hakim.
 4.            Jika suatu tuntutan-pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu yayasan, maka segala panggilan untuk menghadap dan segala penyerahan surat-surat panggilan itu akan dilakukan kepada kepala pengurus atau di tempat tinggal kepala pengurus itu atau di tempat pengurus bersidang atau berkantor.

Pasal 16
 1.            Jika ada cukup alasan untuk menduga, bahwa seseorang yang meninggal dunia, sebelum atas perkaranya ada putusan yang tak dapat diubah lagi, telah melakukan tindak-pidana ekonomi, maka hakim -- atas tuntutan penuntut umum -- dengan putusan pengadilan dapat :
a.      memutus perampasan barang-barang yang telah disita. Dalam hal itu pasal 10 undang-undang darurat ini berlaku sepadan;
b.      memutus bahwa tindakan tata-tertib yang disebut pada pasal 8 sub c dan d dilakukan dengan memberatkannya pada harta orang yang meninggal dunia itu.
 2.            Putusan itu diumumkan oleh panitera dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim. Turunan dari putusan itu disampaikan kepada rumah di mana orang itu meninggal dunia.
 3.              Setiap orang yang berkepentingan dapat memajukan surat keberatan kepada panitera pengadilan atas putusan itu dalam masa tiga bulan setelah pengumuman termaksud ayat 2.
 4.            Dalam hal itu jaksa didengar; pihak yang berkepentingan itu didengar juga, setidak-tidaknya dipanggil semestinya untuk menghadap.
 5.            Putusan hakim harus memuat alasan-alasan. Terhadap putusan itu tidak dapat dimintakan bandingan atau kasasi.
 6.            Ketentuan tersebut dalam ayat 1 pada permulaan kalimat dan di bawah a berlaku juga, jika berdasarkan alasan-alasan dapat diterima bahwa tindak-pidana ekonomi itu dilakukan oleh seorang yang tidak dikenal. Putusan itu diumumkan dalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar yang akan ditunjuk oleh hakim.



Sumber :

Senin, 30 April 2012

Hak kebendaan yang bersifat sebagai perlunasan utang



Hak kebendaan yang bersifat sebagai perlunasan utang (hak jaminan) adalah  hak jaminan yang melekat pada kreditor yang mmeberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan eksekusi benda yang dijasikan jaminan, jika debitor melakukan wanprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).

Macam-macam perlunasan utang
Dalam perlunasan utang adalah terdiri dari perlunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan perlunasan yang bersifat khusus.


1.  Perlunasan utang dengan jaminan umum

Jaminan umum yaitu jaminan dari pihak debitur yang terjadi atau timbul dari undang-undang, yaitu bahwa setiap barang bergerak ataupun tidak bergerak milik debitur menjadi tanggungan utangnya kepada kreditur. Maka apabila debitur wanprestasi maka kreditur dapat meminta pengadilan untuk menyita dan melelang seluruh harta debitur.




 2.  Jaminan utang khusus

Jaminan khusus yaitu bahwa setiap jaminan utang yang bersifat kontraktual, yaitu yang terbit dari perjanjian tertentu, baik yang khusus ditujukan terhadap barang-barang tertentu seperti gadai, hipotik hak tanggungan dan fidusia.

Macam-macam jaminan terdiri sebagai berikut :

a.      Jaminan Umum
Diatur dalam Pasal 1131 KUHP Perdata dan Pasal 1132 KUHP Perdata. Pasal 1131 KUHP Perdata yang menyatakan bahwa segala kebendaan debitor, baik yang ada maupun yang aka nada, baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan pelunasan hutang yang dibuatny, sedangkan Pasal 1132 KUHP Perdata menyebutkan, harta kekayaan debitor menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberikan utang kepadanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan sah untuk didahulukan.

Benda yang dapat dijadikan jaminan umum apabila telah memenuhi syarat yaitu :
1.          Benda tersebut bersifat ekonomis
2.          Benda terebut dapat dipindahtangankan haknya kepada pihak lain.

b.      Jaminan Khusus
Merupakan jaminan yang diberikan hak khusus kepada jaminan; misalnya gadai, hipotk, hak tanggungan, dan fidusia.
1)        Gadai
Diatur dalam Pasal 1150-1160 KUHP Perdata, berdasarkan Pasal 1150 Perdata, gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, yang memberikan kewenangan kedapa kreditor untuk dapat pelunasan dari barang tersebut terlebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut, dan biaya-biaya mana yang harus didahulukan.

Sifat-sifat dari Gadai
1.          Gadai adlah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
2.          Gadai bersifat accesoir, artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok, yang dimaksudkan untuk menjaga jangan sampai debitor itu lalai membayar hutangnya kembali.
3.          Adanya sifat kebendaan.
4.          Hak untuk menjuak atas kekuasaan sendiri.

2)        Hipotik
Diatur dalam Pasal 1162-1232 KUHP Perdata. Hipotik berdasarkan Pasal 1162 KUHP PErdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi perluasaan suatu perutangan.

Sifat-sifat Hipotik
1.          Bersifat accesoir, seperti halnya dengan gadai
2.          Lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lain
3.          Objeknya benda-benda tetap

3)        Fidusia
Fidusia lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare Eigendoms Overdracht), yang dasarya merupakan suatu perjanjian accosor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas dasar bergerak milik debitor sebagai peminjam pakai, sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak miliknya, penyerahan demikian dinamakan penyerahan secara constitutum possesorim artinya hak millik/bezit dari barang dimana barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan.


Sumber :

Objek hukum



Objek hukum adalah segala sesuatu yang menjadi objek hubungan hukum. Objek hukum merupakan kepentingan bagi subjek hukum yang dapat bersifat material dan berwujud, dan dapat bersifat imaterial, misalnya objek hak cipta.

PASAL 503-504 kuh perdata benda dapat dibagi2 yaitu:
1.     benda yang bersifat kebendaan : suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba ,dan  dirasakan dengan panca indera terdiri dari:
a.      benda bertubuh/berwujud, meliputi :
1)    benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan & benda yang tidak dapat dihabiskan.
2)    benda tidak bergerak.

b.      benda tidak bertubuh/tidak berwuhud, seperti surat berharga.

2.    benda bersifat tidak kebendaan : suatu benda yang hanya dirasakan oleh panca indera saja. Contoh : musik/lagu

Benda juga dapat dibedakan menjadi sbb :
            1.      barang yang wujud & tidak berwujud
            2.      barang bergerak & tidak bergerak
            3.      barang yang dapat dipakai habis & tidak habis
            4.      barang yang sudah ada & yang masih akan ada
            5.      barang uang dalam perdagangan & yang diluar perdagangan
            6.      barang yang dapat dibagi & tidak dapat dibagi

·         benda bergerak :
a.     benda bergerak karena sifatnya contoh : benda yang dapat dipindahkan → meja, kursi benda yang bergerak sendiri → ternak
b.      benda bergerak karena ketentuaan undang–undang

·         benda tidak bergerak :
a.     benda tidak bergerak karena sifatnya → pohon & tanah
b.     benda tidak bergerak karena tujuannya → mesin pabrik
c.      benda tidak bergerak karena ketentuaan undang–undang



Sumber :

Sabtu, 28 April 2012

Subjek Hukum


Pengertian Subyek Hukum
Pengertian subyek hukum (rechts subyek) menurut Algra dalah setiap orang mempunyai hak dankewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenan ghukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak. Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang
Wewenang subyek hukum dibagi menjadi dua yaitu :
  • 1.       Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), dan
  • 2. Kedua, wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yangmempengaruhinya.


Pembagian Subyek Hukum
  •                    Manusia:

Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukumyaitu;n Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal inikewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dankewajiban.Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidaksemua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orangyang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atausudah kawin), sedangkan orang orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah ; orangyang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal1330 KUH Perdata)

  •                     Badan hukum:

Terjadi banyak perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat menjadi subyek hukum, dan memiliki sifat-sifat subyek hukum seperti manusia. Banyak sekali teori yang ada dan digunakan dalam dunia akademis untuk menjelaskan hal tersebut , akan tetapi menurut Salim HS, SH, Ms; Teori yang paling berpengaruh dalam hukum positif adalah teori konsensi, dimana pada intinya berpendapat badan hukum dalam negara tidak dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan) kecuali di perkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri.

Menurut sifatnya badan hukum dibagi menjadi dua yaitu ;

Badan hukum publik
Badan hukum yang didirikan oleh pemerintah. Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank negara

Badan hukum privat
Badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah). Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koprasi, Yayasan



Sumber :

Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi


Ekonomi adalah sebuah bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsumsi dan atau distribusi.

Ekonomi juga difungsikan sebagai ilmuterapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi jugadapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik , kesehatan, pendidikan,keluargadan lainnya.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi ekonomi menurut beberapa ahli:

ADAM SMITH
Ekonomi ialah penyelidikan tentang keadaan dan sebab adanya kekayaan negara

MILL J. S
Ekonomi ialah sains praktikal tentang pengeluaran dan penagihan

ABRAHAM MASLOW
Ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efisien

HERMAWAN KARTAJAYA
Ekonomi adalah platform dimana sektor industri melekat diatasnya

PAUL A. SAMUELSON
Ekonomi merupakan cara-cara yang dilakukan oleh manusia dan kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk memperoleh berbagai komoditi dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi oleh masyarakat


Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Diseluruh dunia hukum berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan ekonomi, dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.

Hukum ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yakni :
  1. 1.      Hukum ekonomi pembangunan

Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
  1. 2.      Hukum ekonomi sosial

Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan (HAM) manusia Indonesia.

Sunaryati Hartono berpendapat dan menyatakan bahwa hukum ekonomi Indonesia adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia. Atas dasar itu, hukum ekonomi menjadi tersebar dalam pelbagai peraturan perundang-undangan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.

Sementara itu, hukum ekonomi menganut asas, sebagai berikut :
  • ·         Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
  • ·         Asas manfaat,
  • ·         Asas demokrasi Pancasila,
  • ·         Asas adil dan merata,
  • ·         Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan,
  • ·         Asas hukum,
  • ·         Asas kemandirian,
  • ·         Asas keuangan,
  • ·         Asas ilmu pengetahuan,
  • ·   Asas kebersamaan, kekeluaargaan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat, asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
  • ·         Asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.


Sumber :

Norma/kaidah Hukum


Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati).


Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi 2, yaitu :
  1. a.      hukum yang imperatif

          maksudnya kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
  1. b.      hukum yang fakultatif

         maksudnya ialah hukum itu tidak secaraa priori mengikat. Kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.


Fungsi Kaidah Hukum
Untuk menciptakan keadilan dan memperoleh kedamaian.

Kaidah Hukum dapat dibedakan menjadi 3 :
  1. Suruhan (gebod)
  2. Larangan (verbod)
  3. Kebolehan (mogen)


Sumber :



Kodifikasi Hukum

Kodifikasi hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.

Ditinjau dari segi bentuknya hukum dibedakan menjadi 2,yaitu :
a.      Hukum Tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan
b.      Hukum Tidak Tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tetulis namun berlakunya ditaati seperti peraturan perundangan ( hukum kebiasaan )

Menurut teori ada 2 macam hukum kodifikasi, yaitu :
a.      Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan di luar induk kodifikasi
b.      Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.

Unsur-unsur dari suatu kodifikasi :
a.      Jenis-jenis hukum tertentu
b.      Sistematis
c.       Lengkap

Tujuan Kodifikasi Hukum Tertulis untuk memperoleh:
a.      Kepastian hukum
b.      Penyederhanaan hukum
c.       Kesatuan hukum

Contoh kodifikasi hukum :
1.      Di Eropa
Corpus Iuris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur tahun 527-565

2.      Di Indonesia
a.      kitab Undang-Undang Hukum Sipil (1 Mei 1848)
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (1 Mei 1848)



Sumber :